(Epochtimes.co.id)
Bertepatan dengan “Hari Kesehatan Dunia” 7 April lalu, WHO mengeluarkan peringatan bahwa penggunaan antibiotik secara berlebihan telah merusak daya tubuh dalam melawan penyakit menular. Jika tidak segera diambil tindakan untuk mengatasi masalah resistensi terhadap obat ini, maka di masa mendatang, si penderita sakit mungkin tidak akan dapat diselamatkan. Para pakar kesehatan juga menyatakan, sejenis bakteri super yang dapat menangkal segala jenis antibiotik saat ini disinyalir sedang menyebar luas.
Kantor cabang WHO wilayah Pasifik Barat menjelaskan, resistensi (daya tahan) terhadap obat telah menjadi masalah pelik di seluruh dunia. Bakteri yang resisten atau tahan terhadap obat, cukup untuk dapat meningkatkan biaya pengobatan, mengancam perawatan terhadap pasien, bahkan mengakibatkan kematian.
WHO menjelaskan bahwa jenis penyakit seperti TBC, malaria, dan lain-lain seharusnya telah dapat dikendalikan sejak puluhan tahun lalu, namun diperkirakan sejak tahun lalu di hampir 60 negara telah muncul 440.000 kasus penyakit baru yang teridentifikasi sebagai penyakit “Multi Drug-Resistant TBC” (atau TBC yang tahan terhadap beberapa jenis obat).
Kepala cabang WHO wilayah Pasifik Barat, Shen Rongzhu, menyatakan bahwa sejak tahun 2001 WHO telah mengusung “Strategi Global Penanggulangan Mikro organisme yang Resisten Terhadap Obat”, namun belum diterapkan secara menyeluruh. Bertepatan dengan “Hari Kesehatan Dunia” pada 7 April lalu, WHO kembali menggaungkan gerakan “Lawan resistensi terhadap obat! Hari ini tidak beraksi, besok tidak akan tertolong”. WHO juga memperingatkan bahwa sejenis bakteri super NDM-1 kini sedang menyebar luas ke seluruh dunia.
WHO telah meluncurkan 6 paket tindakan penanggulangan: memperkuat pengawasan dan kemampuan eksperimen; memastikan suplai tetap obat-obatan bermutu tinggi; mengendalikan dan memberi penyuluhan akan penggunaan obat yang benar dan merawat pasien dengan baik; memperkuat pencegahan penyebaran penyakit menular dan pengendalian perawatan medis; mempercepat perkembangan inovasi dan penelitian medis.
Paket kebijakan ini ditujukan kepada para pejabat dinas kesehatan, pembuat keputusan, rakyat, pasien, serta produsen obat, dengan harapan agar dapat meningkatkan kewaspadaan berbagai kalangan terhadap masalah resitensi obat ini, juga berharap agar 193 negara anggota WHO dapat mengambil langkah konkrit untuk mencegah semakin memburuknya situasi ini.
Situasi Penyebaran Bakteri Super Di RRT Sangat Cepat
Penyebaran bakteri super di RRT saat ini sangat cepat. Menurut penyelidikan, di antara semua pasien rawat inap di rumah sakit yang mengidap penyakit menular, 30-50% di antaranya merupakan kasus infeksi bakteri super tersebut.
Pakar dari Komite Penggunaan Obat dari Dinas Kesehatan RRT, Xiao Yonghong menyatakan, bakteri super di RRT telah mencapai belasan jenis, dan 5 – 6 jenis di antaranya sering didapati di rumah sakit di tingkat kota dan kabupaten. Di antara semua pasien yang menderita penyakit menular yang dirawat di rumah sakit, 30-50% di antaranya merupakan kasus penularan oleh bakteri super tersebut. Dampak langsung yang ditimbulkannya yaitu jika dibandingkan dengan pasien yang belum tertular bakteri super itu, tingkat kematian akibat tertular bakteri super mencapai hampir 2 kali lipat, sehingga biaya pengobatan rawat inap pun meningkat 2 hingga 5 kali lipat, dan lamanya waktu rawat inap meningkat hingga lebih dari 4 kali lipat.
Xiao mengatakan, saat ini sangat sulit untuk menemukan obat yang dapat mengatasi bakteri super ini. Sebagai contoh, bakteri anti-obat jenis Grams, dalam waktu 1 dekade mendatang, dokter tidak berdaya menghadapinya. Karena kecepatan perkembangan penelitian antibiotik tidak mampu mengimbangi kecepatan peningkatan kemampuan resistensi terhadap obat pada bakteri.
Penyalahgunaan antibiotik oleh pasien telah menyebabkan kemampuan melawan obat pada bakteri super terus meningkat pesat. Antibiotik biasa tidak berdaya sama sekali. Ia mengatakan, semua ini adalah karena masyarakat terus membeli antibiotik secara sembarangan, atau meminta antibiotik pada dokter, dan dokter tidak menggunakan antibiotik sesuai dengan aturan, menjadikan pasien yang tidak mengalami indikasi apa pun tetap menggunakan antibiotik, atau mengkonsumsi obat dalam dosis berlebihan, atau demi mendapatkan keuntungan memberikan resep antibiotik tingkat tinggi pada pasien, dan lain sebagainya.
Menurut penuturan Wakil Ketua Operasional Pusat Pengawasan Reaksi Obat-Obatan Shanghai yakni Du Wenming, masalah penyalah gunaan antibiotik telah ada sejak lama. Sebagai contoh bagi penderita demam biasa, dokter tidak akan peduli apakah demam pada pasien timbul akibat bakteri atau karena virus, semua dokter terbiasa menggunakan antibiotik untuk mengatasinya, sehingga menyebabkan penggunaan antibiotik semakin tinggi saja, di saat yang sama juga memendam efek yang serius.
Seorang dokter di rumah sakit anak di Beijing mengatakan pada wartawan, “Sekarang semua anak yang sakit harus diinfus, dan pada dasarnya semua infus diberi antibiotik jenis terbaru. Riset untuk menemukan satu jenis antibiotik saja membutuhkan waktu sedikitnya 10 tahun. Jika pada anak-anak saja sudah mengalami resistensi terhadap antibiotik jenis terbaru ini, lalu bagaimana nasib anak ketika mereka beranjak dewasa nanti? Keadaan ini jika tidak segera diubah, maka generasi penerus kita tidak akan mempunyai obat yang bisa dikonsumsi lagi.”
Kepala Bagian Pengobatan dari unit administrasi medis Dinas Kesehatan, Jiao Yahui menjelaskan bahwa tempat yang paling serius dalam hal penyalahgunaan antibio-tik di RRT adalah pada unit bedah di rumah sakit. Ia berkata, “Begitu pasien dirawat di rumah sakit langsung diberikan antibiotik dengan dosis 7 hari. Lalu setelah operasi, diberikan lagi antibiotik selama beberapa hari.”
Survei terhadap 293 catatan medis suatu rumah sakit membuktikan bahwa, kasus penyakit yang menggunakan antibiotik mencapai 53%, dan penggunaan antibiotik di unit bedah mencapai 86% dari jumlah total. Terutama setelah operasi, penggunaan antibiotik bahkan nyaris mencapai 100%. Sebelum bedah, 14% pasien telah mulai diberi obat, bahkan ada pasien yang sebelum operasi telah diinjeksi dengan Penicillin sebanyak 800.000 ppm. Penggunaan seperti ini akan sangat mudah memicu resistensi bakteri terhadap antibiotik, dan sama sekali tidak sesuai dengan aturan penggunaan antibiotik yang seharusnya.
Menurut informasi, produksi antibiotik di seluruh dunia setiap tahunnya, setengahnya digunakan untuk manusia, dan yang setengah lagi digunakan pada hewan yang akan diambil dagingnya. Peternak menambahkan antibiotik pada pakan ternak untuk menurunkan tingkat kematian hewan ternaknya, hal ini menyebabkan kemampuan bakteri dalam melawan antibiotik semakin lama semakin kuat.
Antibiotik Bukan “Obat Mujarab”
Kalangan industri ini berpendapat bahwa penyalahgunaan obat oleh instansi medis sejak beberapa tahun terakhir ini sudah sangat parah. Setelah diteliti penyebabnya, pertama adalah karena kemampuan dan teknik yang dimiliki oleh para tenaga medis ini sangat rendah, dan sangat kekurangan pengetahuan dalam hal menentukan obat yang sesuai. Menurut prinsip penggunaan obat dalam kedokteran, setelah menggunakan Penicillin, tidak boleh lagi memberikan resep obat yang mengandung unsur atau merupakan sejenis Penicillin, namun kenyataannya tidak sedikit dokter yang justru memberikan hingga 3 turunan jenis obat yang sama pada pasien. Sering juga ditemukan kasus “membunuh nyamuk dengan meriam” dalam hal memberikan resep obat.
Kedua, tidak sedikit dokter yang mengandalkan obat-obatan antibiotik sebagai “obat jaminan” ataupun sebagai “ramuan mujarab”. Pada saat dokter tidak dapat memastikan penyebab suatu penyakit, maka sang dokter akan berpendapat bahwa penggunaan antibiotik akan menjamin penyakit sembuh. Dalam kasus tertentu penggunaan satu jenis antibiotik saja sudah dapat menyelesaikan masalah, tapi terkadang dokter menggunakan 2 bahkan 3 jenis antibiotik. Penyakit dapat diobati dengan antibiotik jenis rendah, tetapi justru antibiotik yang digunakan adalah jenis tingkat tinggi. Seperti radang amandel dan radang jenis ringan lainnya yang cukup diatasi dengan penicillin saja, tapi kenyataannya banyak dokter yang menggunakan antibiotik paling modern, semua ini adalah bentuk ketakutan paramedis dalam mengemban tanggung jawab profesinya.
Penyalahgunaan Antibiotik Akan Berdampak Negatif Menurut pemberitaan oleh Science and Technology Daily, penularan bakteri pernah menjadi penyebab kematian nomor satu bagi umat manusia. Ketika itu penemuan antibiotik telah membawa harapan baru bagi kehidupan manusia. Namun fenomena penyalahgunaan antibiotik pada perawatan medis sekarang ini telah menyebabkan masalah resistensi bakteri terhadap obat-obatan menjadi semakin menonjol, dan kecepatan peningkatan kemampuan bakteri melawan obat yang begitu mencengangkan telah membuat “masa keemasan” obat-obatan antibiotik tidak dapat bertahan lama.
Di RRT sendiri, sebagian antibiotik telah ada selama lebih dari 20 tahun. Resistensi bakteri terhadap obat telah mencapai 60-70%. Sementara antibiotik yang dulunya pernah dapat menekan tingkat kematian akibat TBC hingga 80%, kini sudah menjadi tidak efektif lagi terhadap 70% bakteri penyebab radang paru-paru. Dengan perkembangan yang cepat seperti ini, maka RRT akan terlebih dahulu memasuki “era keterbelakangan antibiotik” dan rakyat RRT juga akan menjadi generasi pertama “bangsa yang anti obat”, dan itu berarti suatu bencana besar. (The Epoch Times / lie)
Dengan mengkonsumsi TAHITIAN NONI BIOACTIVE BEVERAGE secara teratur akan meningkatkan imunitas tubuh, terhindar dari berbagai macam penyakit.
TAHITIAN NONI BIOACTIVE BEVERAGE sering dianggap sebagai minuman dengan sejuta manfaat karena 'kemampuannya' merevitalisasi sel-sel tubuh manusia secara menyeluruh. Alur logisnya adalah : berhubung seluruh tubuh manusia dari ujung rambut hingga ujung kaki terdiri dari milyaran sel [dengan siklus regenerasi membutuhkan Xeronine sebagai bahan baku regenerasinya]. Maka banyak ditemukan berbagai macam masalah kesehatan dapat tertangani dengan baik dengan menambahkan TAHITIAN NONI BIOACTIVE BEVERAGE sebagai bagian dari pengobatan.
Hindari mengkonsumsi antibiotik secara berlebihan, konsumsilah TAHITIAN NONI BIOACTIVE BEVERAGE dengan teratur.
No comments:
Post a Comment